Beranda | Artikel
Peperangan Dalam Islam - Surat Al-Baqarah ayat 190-195
Senin, 6 April 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Peperangan Dalam Islam – Surat Al-Baqarah ayat 190-195 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 13 Rabbi’ul Tsani 1441 H / 10 Desember 2020 M.

Kajian Tentang Peperangan Dalam Islam – Surat Al-Baqarah ayat 190-195

Allah Ta’ala berfirman:

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿١٩٠﴾

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian dan jangan kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah[2]: 190)

Allah Subhanahu wa Ta’ala di sini memerintahkan kaum mukminin untuk berperang. Tapi siapa yang berhak untuk diperangi? Apakah setiap orang kafir boleh diperangi? Tentu tidak. Karena orang-orang kafir itu ada dua jenis. Ada orang kafir yang disebut kafir harbi, yaitu orang kafir yang memerangi kaum muslimin, yang membunuhi kaum muslimin, yang mengusiri kaum muslimin dari negeri-negeri mereka. Maka yang seperti ini diperangi lagi.

Ada lagi orang kafir yang non harbi. Yang non harbi ini ada tiga macam. Pertama, kafir dzimmi. Yaitu kafir yang tinggal di negeri Islam dan wajib membayar jizyah. Tapi kafir dzimmi dizaman ini tidak ada. Yang kedua yaitu kafir musta’man, yaitu kafir yang diberikan keamanan oleh negeri Islam. Misalnya kalau mereka datang ke negeri Islam dan diberikan keamanan oleh kaum muslimin, oleh pemerintah Islam atau orang individu-individu muslim, maka ini disebut kafir musta’man yang harus diberikan padanya keamanan, tidak boleh diganggu. Yang ketiga yaitu kafir mu’ahad, yaitu kafir yang melakukan perdamaian dengan kaum muslimin, gencatan senjata dan mengadakan perjanjian untuk tidak saling menyerang. Seperti dizaman sekarang ini, dimana sudah menjadi kesepakatan negara-negara untuk tidak saling menyerang.

Maka status orang-orang kafir di zaman sekarang itu disebut dengan kafir mu’ahad. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

“Siapa yang membunuh orang kafir mu’ahad maka ia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)

Di sini Allah mengatakan: “Dan perangilah di jalan Allah.” Siapa? “Yaitu orang-orang yang memerangi kamu.” Berarti dalam Islam, yang boleh kita perangi itu yang memerangi kita. Adapun yang tidak memerangi kita tidak boleh diperangi. Karena tentu semua bangsa, semua orang yang berakal, tidak mungkin menerima kalau misalnya ada orang yang mau memerangi kita kemudian kita disuruh diam tidak boleh melawan. Kalau misalnya negara Indonesia diserang oleh negara lain kemudian kita bangsa Indonesia tidak boleh melawan, akal mana yang bisa menerima hal seperti itu? Tentu kita tidak akan bisa menerima. Maka kalau kita diperangi, kita harus melawan, tidak boleh diam saja. Maka Allah mengatakan: “Perangilah dijalan Allah.” Siapa? “Yaitu orang-orang yang memerangi kalian.”

Makanya lafadz perang itu memang kelihatan seram. Tapi kalau lafadz perang itu diletakkan pada tempatnya, bagus. Kalau lafadz perang itu ditempatkan bukan pada tempatnya, jelas jadi tidak bagus. Maka dari itulah peperangan dalam Islam itu tujuannya juga mulia sekali. Yaitu untuk menegakkan keadilan dan menghilangkan kedzaliman.

Makanya dalam Islam kalau misalnya orang-orang kafir itu meminta perdamaian, diterima. Bahkan itu sangat diterima oleh Islam. Karena Islam itu sangat mencintai perdamaian. Makanya ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam datang ke kota Madinah, tinggal di kota Madinah, beliau kemudian mengadakan perdamaian dengan orang-orang Yahudi yang ada di kota Madinah. Dan beliau bersama kaum muslimin senantiasa menepati perdamaian tersebut sampai mereka sendiri yang membatalkan perjanjian.

Maka salah besar kalau dikatakan Islam itu agama perang. Mana ayatnya? Jika ada berkata, “Itu buktinya ada ayat-ayat disuruh perang.” Iya, yang yang diperangi siapa? Yang diperintahkan oleh Allah untuk diperangi siapa? Memang betul ada ayat-ayat perang, shahih. Bahkan ada ayat disuruh membunuh, betul. Tapi siapa dulu? Apakah Islam menyuruh perangi semua orang? Tidak. Apakah Islam menyuruh membunuh semua orang? Tidak. Ayat itu hendaknya dipahami pada tempatnya masing-masing.

Allah mengatakan: “Perangi dijalan Allah.” Di sini Allah mengatakan “Dijalan Allah” bukan dijalan selain Allah. Terkadang ada orang berperang bukan dijalan selain Allah. Contoh misalnya berperang karena organisasi, berperang karena partai, berperang karena itu semua tidak bagus. Yang benar adalah berperang dijalan Allah.

Kapan disebut berperang dijalan Allah? Ada seorang laki-laki datang ke Rasulullah dan bertanya. “Wahai Rasulullah, ada orang yang berperang karena fanatik golongan, ada orang yang berperang karena ingin disebut pahlawan, ada orang yang berperang karena riya’ ingin dilihat orang. Mana yang dijalan Allah?”

Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Siapa yang berperang dimana tujuan perangnya adalah agar kalimat Allah yang paling tinggi, maka itulah yang dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ibnu Majah)

Bukan kalimat si Fulan, bukan kalimat ini, itu, tidak sama sekali.

Allah mengatakan: “Tapi jangan kalian melampaui batas.” Bayangkan, Islam itu yg adil sekali. Sampai dalam perang saja tetap kita tidak boleh melampaui batas. Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah bahwa artinya dalam peperangan tidak boleh melampaui batas. Ini mencakup melampaui batas dalam hak Allah demikian pula melampaui batas terhadap orang yang diperangi. Adapun melampaui batas dalam hak Allah, yaitu seperti memerangi di bulan-bulan yang tidak boleh perang padanya, yaitu dibulan-bulan haram. Adapun melampaui batas terhadap orang yang diperangi seperti mencincang tubuh mereka dan yang lainnya atau menyiksa mereka tanpa hak dan yang lainnya, tidak boleh dalam Islam.

Makanya ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim pasukan perangnya, Rasulullah menasehati komandan perangnya: “Jangan membunuh wanita, jangan membunuh anak-anak, jangan menghancurkan tempat ibadah, janga membakar pepohonan, jangan membunuh orang yang berlindung di tempat ibadah.” Subhanallah..

Anak-anak, wanita, orang-orang yang dalam tempat ibadah, bahkan tempat ibadah sendiri dalam peperangan tidak boleh dihancurkan. Makanya bagaimana kita akan setuju dengan adanya pemboman terhadap gereja misalnya. Dalam perang saja tidak boleh, apalagi ini bukan dalam perang. Maka ini jelas tindakan terorisme, saudaraku. Sama sekali itu bukan dari Islam, sama sekali bukan dari Islam. Atau mengebom di kedutaan, padahal dalam Islam duta itu tidak boleh dibunuh. Hatta duta itu yang berasal dari kafir harbi sekalipun juga, tetap dalam Islam tidak boleh dibunuh.

Makanya orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan itu jelas itu tidak sesuai dengan Islam. Yang melakukannya kalau bukan orang bodoh, jahil murakkab,  atau memang orang-orang yang ingin merusak Islam dari dalam.

Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang melampaui batas itu.” Ternyata dalam Islam itu semua ada batasan-batasannya. Kita tidak boleh melampaui batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam segala sesuatu ada batasannya. Dalam ibadah ada batasannya, dalam muamalah ada batasannya, bahkan sampai dalam perang pun ada batasannya, perhatikan batasan-batasannya itu.

Faidah Surat Al-Baqarah ayat 190

Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah:

Wajibnya memerangi orang-orang yang memerangi kita

Ini kalau kita mampu. Adapun kalau kita tidak punya kemampuan seperti di zaman Firaun, Nabi Musa tidak punya kemampuan apa-apa sehingga kemudian Firaun memberikan keputusan supaya anak-anak Bani Israil dibunuhi yang laki-lakinya. Nabi Musa dan Bani Israil lemah, tidak punya kemampuan apa-apa, maka apa kata Nabi Musa kepada Bani Israil?

..وَاصْبِرُوا ۖ إِنَّ الْأَرْضَ لِلَّـهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۖ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Sabar kalian, bumi itu milik Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah akan wariskan kepada siapa yang Allah kehendaki dari hamba-hambaNya. Dan akibat yang baik untuk orang yang bertakwa.” (QS. Al-A’raf[7]: 128)

Tidak boleh melampaui batas

Tidak boleh melampaui batas walaupun terhadap orang kafir sekalipun juga, tidak boleh. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada komandan perang dan pasukan perang kaum muslimin ketika beliau mengirimnya:

لاَ تُمَثِّلُوا وَلاَ تَغُلُّوا وَلاَ تَغْدِرُوا وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا

“Jangan mencincang, jangan bersikap berlebihan, jangan berkhianat, jangan membunuh anak-anak.”

Subhanallah..

Penetapan akan Allah mempunyai sifat cinta

Karena Allah mengatakan: “Allah tidak cinta kepada orang yang berlebihan.” Berarti orang yang tidak berlebihan, Allah cinta. Maka kalau kita ingin dicintai oleh Allah, jangan berlebihan dalam segala sesuatu. Tapi “jangan berlebihan” itu bukan berarti kita meremehkan. Karena ada dua sikap yang salah. Sikap yang pertama berlebihan/melampaui batas, sikap yang kedua meremehkan. Yang tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak meremehkan, akan tetapi sesuai dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 191

Lalu Allah berfirman: “Dan bunuhlah mereka.” Apakah ini berarti Islam memerintahkan untuk membunuh? Sebentar, ini dimana dulu? Ini ceritanya adalah dalam peperangan, saudaraku. Bukan diluar peperangan. Lihat kontek ayat ini. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sedang berbicara “Perangi mereka orang-orang yang memerangi kalian.” Maka bunuh mereka ketika kalian mendapatkan mereka dan uris mereka ketika merea mengusir kalian.

Artinya Islam itu memberikan balasan yang setimpal. Kalau mereka mengusir, ya kita usir lagi. Mereka membunuh kita, kita bunuh tidak masalah. Setimpal namanya dalam Islam. Dan tidak boleh berlebihan dari itu.

Makanya dalam Islam itu harus membalas itu sesuai dengan yang setimpal dalam Islam. Kalau ada orang meledek Antum -misalnya- dia mengatakan, “Iblis kamu.” Maka kita balas kepada dia, “Kamu juga.” Ini setimpal. Tidak masalah. Tapi kalau misalnya Antum mengatakan, “Kamu bukan cuma iblis, babi.” berarti tidak setimpal, Antum yang dzhalim kalau begitu. Antum yang lebih besar dosanya disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Fitnah lebih berat dari pembunuhan

Apa yang dimaksud dengan fitnah?

Kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah, yaitu menghalang-halangi manusia dari agama Allah, menghalang-halangi manusia dari ibadah kepada Allah. Ini adalah merupakan lebih berat daripada pembunuhan.

“Dan jangan perangi mereka di Masjidil Haram sampai mereka yang memerangi kalian.” Saat itu Masjidil Haram belum dikuasai kaum muslimin. Masih dikuasai oleh orang-orang kafir Quraisy. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang untuk memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali kalau mereka yang memulai memerangi kamu. Tidak boleh memulai, kecuali mereka yang memulai.

“Kalau mereka yang memulai memerangi, maka perangi mereka. Demikian memang balasan untuk orang-orang kafir yang harbi (memerangi kaum muslimin) itu.”

Faidah Surat Al-Baqarah ayat 191

Fitnah lebih berat dari pembunuhan

Bahwa fitnah berupa kekafiran dan menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dan dan ibadah kepada Allah itu lebih berat dari pembunuhan. Karena ketika kita shalat dilarang, kita mau beribadah dilarang, ini jelas merupakan sesuatu yang lebih berat dari pada pembunuhan dalam Islam. Karena manusia diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk menjadikan Allah satu-satunya Dzat yang berhak disembah.

Wajibnya menghormati Masjidil Haram

Masjidil Haram yang dimaksud dalam ayat ini yaitu Mekah secara keseluruhan. Makanya Allah sering kali menyebut Mekah itu sebagai Masjidil Haram. Contoh misalnya Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـٰذَا

Sesungguhnya orang-orang musyrikin itu najis, maka tidak boleh mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini.” (QS. At-Taubah[9]: 28)

Maka kata para ulama yang dimaksud dengan Masjidil Haram dalam ayat itu adalah kota suci Mekah. Maka atas dasar itu hadits menyebutkan shalat di Masjid Al-Haram itu 100.000 kali lipat, itu berlaku untuk semua kota Mekah. Bukan hanya di Masjidil Haram. Karena kata-kata “Masjidil Haram” seringkali dimutlakkan untuk kota Mekah secara keseluruhan. Juga dikarenakan keutamaan kota Mekah itu memang secara keseluruhan. Dimana kota Mekah itu adalah kota yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ia adalah merupakan kota yang paling dicintai oleh Allah, tentu amalan shalih di kota Mekah jauh lebih utama disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Boleh berperang di Masjidil Haram kalau penduduknya yang musyrik itu mendahului

Namun sudah kita sebutkan bahwa yang namanya ayat ini, tidak boleh berperang di Masjidil Haram itu sebelum Mekah dikuasai oleh kaum muslimin. Adapun setelah Rasulullah menguasai kota Mekah (Fathu Makkah) maka Mekah menjadi negeri Islam untuk selama-lamanya. Berarti berperang di Masjidil Haram, haram untuk selama-lamanya.

Simak pembahasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-22:31

Download MP3 Kajian Tentang Peperangan Dalam Islam – Surat Al-Baqarah ayat 190-195


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48320-peperangan-dalam-islam-surat-al-baqarah-ayat-190-195/